Selasa, 13 Desember 2011

CERPEN REMAJA


PERASAAN TERSEMBUNYI
            Cewek itu childish banget. Namanya Nifa. Bertubuh sintal, kulit kuning langsat dan berwajah manis. Sehingga seseorang tidak akan pernah jenuh tatkala menatapnya. Sebagai informasi tambahan, ia tidak mudah didekati. Apalagi didekati oleh laki-laki.
            Hari ini jadwal kuliah penuh. Mana tugas filsafat belum bikin lagi. But, don’t worry. Di sebelahku ada Nifa. Menurut cerita teman-teman, cewek yang suka warna biru itu IQ nya jempolan lho. Siapa tahu kesempatan ini bisa kumanfaatkan untuk meminta bantuannya.
            “Pak Syamsul kok belum datang, ya ?”
            “Nggak tahu,” jawabnya tanpa mengalihkan mata dari Blackberry.
            “Oh, iya. Pada pertemuan sebelumnya Pak Syamsul ninggalin tugas nggak?”
            “Ho-oh.”
            “Aduh. Aku belum bikin, nih. Bisa pinjem tugasnya, nggak?”
            “Mau nyontek?”
            “Gimana, ya?” Aku tersenyum tipis dan ia pun memenuhi permintaanku.
            Bicara soal pesona seorang cewek, aku rasa aku tidak akan menemukannya pada diri Nifa. Maklum aja, tuh cewek kalau ngomong jarang banget di tambahi gula. Sepet. Meskipun begitu, ia punya nilai positif juga kok. Di antaranya ya ini. Mau minjemin tugas.
            Mata kuliah kedua adalah Bahasa Jepang. Lima belas menit berlalu. Tori selaku Kosma di kelasku maju ke depan kemudian mengumumkan bahwa Bu Risna tidak dapat hadir karena kurang sehat. Maka dari itu, aku dan teman-teman yang lain sibuk  dengan urusan masing-masing. Kalau sibuk membahas pelajaran sih oke-oke aja. Nah, ini ! Malah mengupas gosip-gosip di kampus setajam golok.
            Di sebelahku, tampak Nifa sedang senyum-senyum sendiri. Kupikir ia sudah senewen. Nggak tahunya ia lagi asyik membaca sebuah majalah remaja. Aku melirik majalah itu. Oh, Justin Bieber ya.
            “ By the way, sejak kapan kamu nge fans sama cowok di majalah itu?”
            “Maksud kamu, nge fans sama JB?” Aku mengangguk. “Oooh. Sejak dia terkenal dong.”
            Ya ampun. Jawaban kayak gitu sih anak TK juga bisa bikin. “Ternyata kita sehati, ya. Aku juga suka JB lho.”
            “Kalau gitu kamu homo dong!”
            “Hah? Kok kamu bilang gitu?”
            “Masa cowok suka sama cowok? Ih, jijay….”
            “Nifa. Maksud aku bukan kayak gitu. Yang aku maksud, aku juga penggemar Justin Bieber. Jelas?”
            “Oh, gitu ya.” Nifa manggut-manggut. “Kirain kamu ada kontroversi kelamin.”
            Busyet! Ada-ada aja nih cewek.
* * *

Seiring berjalannya waktu, kedekatanku dengan Nifa pun mengundang gosip. Alasan hal itu terjadi sederhana sekali. Aku adalah satu-satunya cowok yang dekat dengan dengan cewek penggila JB itu.
Menanggapi gosip yang beredar, Nifa cuma cuek bebek. Katanya, kalau ia digosipin ada special relationship dengan JB baru dia bakal merespon. Hallooo. Sepertinya dia lagi mimpi di siang bolong deh.
Layaknya jamur, gosip menyebar dan tumbuh subur karena satu peristiwa heboh. Siang itu aku dan Nifa ke kantin kampus untuk membeli buku tulis. Kebetulan buku catatan filsafat kami sudah habis. Saat berdiri di depan etalase, Nifa yang detik itu hendak mengeluarkan dompet, melihat sesuatu merayap di ujung sepatunya. Whuaaa! Kecoa. Ia terlihat kaget lalu langsung memelukku.
Kontan saja aku dan Nifa menjadi pusat perhatian. Semua orang yang ada di kantin menyaksikan peristiwa itu. Termasuk Pak Syamsul. Beliau bahkan menurunkan gagang kacamatanya separuh hidung lalu menatap kami dengan mulut sedikit terbuka.
  Aku masih ingat setiap detail peristiwa itu. Nifa melepaskan pelukan kagetnya setelah Pak Syamsul berdehem dua kali. Fiuh! Sepuluh detik yang mendebarkan.
Satu mingga berlalu. Baik aku maupun Nifa tidak pernah mengungkit apa yang telah terjadi di kantin itu. Sebenarnya aku ingin sekali bertanya padanya. Kok secara reflek ia langsung memelukku? Bukankah aku berada di belakangnya. Mengapa nggak memeluk si Kevin aja? Cowok itu kan berdiri di sebelah kanannya. Lagian kalau memeluk cowok chubby itu kan jauh lebih praktis. Nggak usah muter badan ke belakang dulu.
“Jadi secara reflek Nifa langsung meluk lo?” Tanya Tori antusias setelah mendengar ceritaku.
“Ya. Begitulah.”
“Nah! Gue yakin nih. Pasti dia fallin in love sama lo.”
“Ha?”Tanggapku sembari mengerutkan dahi. “Yang bener aja. Masa dia suka sama gue?”
“Kalau kenyataannya nggak begitu, lo mau kenyataan yang kayak apa? Atau . . . malah lo lagi yang suka sama dia.”
“Gue? Nggak mungkin lah. Kami kan cuma temenan.”
Yang diomongin Tori bener nggak, ya? Aku rasa dugaannya kurang rasional. Lagipula, mana mungkin Nifa bisa jatuh cinta secepat itu. Aku berteman dengan Nifa bukan karena aku ingin mendapatkan hatinya. Yang aku inginkan darinya hanya persahabatan. Tidak lebih. Bagiku, ia unik dan menarik. Tapi dua kata itu tak akan bisa membuatku mencintainya.
* * *
            “Nifa Bieber, tugas Kewirausahaan udah bikin belum?”
            “Udah. Mau nyontek lagi?” Nifa menyipitkan matanya.
            “Nggak lah. Cuma mau melengkapi tugasku aja, kok. Masih belum kelar, nih.”
            “Ambil aja di tas. Bukunya pake sampul warna pink. Aku keluar sebentar, mama nelpon.”
            Tas Nifa yang terletak di kursi paling pojok langsung kubuka. Musti buru-buru nih. Kalau nggak dosen keburu masuk dan resikonya aku nggak bisa melengkapi tugasku yang  masih bolong-bolong.
            Di dalam tas Nifa, aku menemukan tiga buku bersampul pink. Daripada bingung buku tugasnya yang mana, aku memutuskan untuk memeriksa ketiga buku itu satu persatu. Pada salah satu buku, tepatnya di halaman belakang, secara tak sengaja aku membaca beberapa kalimat yang ditulis rapi.


                        Whether you’re my idol or not, that’s unimportant for me
                        You bring the joy to my life and treat me nicely
                        So, please. Don’t go away so that I won’t be lonely
                        Because my love is just for you, Hardi . . .
            Oh, Tuhan. Aku tidak menyangka Nifa memendam perasaan khusus pada diriku. Sebelum ia terluka karena perasaannya sendiri, pelan-pelan aku harus menjauh. Aku tidak mungkin menerima cintanya. Karena aku sudah punya cinta yang lain.
Selesai

written by: Sugito Amri, Mahasiswa STAIN BUKITTINGGI
 published by : Rakyat Sumbar Utara newspaper

Tidak ada komentar:

Posting Komentar